27.3.07

Mencari Laptop Rp 21 Juta untuk Anggota DPR

Jakarta, Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mendapat jatah laptop seharga Rp 21 juta. Pihak DPR belum mempublikasikan merek dan spesifikasi laptop yang akan dibagikan tersebut. Sebelum mereka mengumumkannya, mari kita jelajahi laptop-laptop yang berbandrol di atas rata-rata itu.

Diurut berdasarkan abjad, pertama mari kita lihat laptop bermerek Acer. Laptop yang berharga mahal dari merek ini adalah seri Ferrari, TravelMate dan Aspire. Kisaran harganya bisa US$ 1.800 sampai US$3.000 (sekitar Rp 16,4 juta sampai Rp 27,4 juta).

Berikutnya, Apple. Seri MacBook Pro adalah laptop kelas atas di jajaran produk berciri khas casing warna putih ini. Laptop MacBook Pro memiliki kisaran harga Rp 17 juta sampai Rp 22 juta. Seri termurah adalah MacBook Pro MA609SA/A, lalu seri MA610SA/A dan yang paling mahal adalah seri MA611SA/A dengan harga US$ 2.769 atau Rp 25,3 juta.


Laptop bermerek Asus adalah barang baru di pasaran. Maklum, perusahaan ini sebelumnya hanya bermain di industri peripheral seperti motherboard. Ketika mengeluarkan laptop, Asus segera melengkapi jajaran produknya dengan produk papan atas, Asus Lamborghini. Produk ini memiliki bandrol harga mulai US$ 2.500 sampai US$ 3.179 atau sekitar Rp 22,8 juta sampai Rp 29 juta.

Laptop merek Fujitsu kelas atas adalah seri LifeBook. Seri ini ada yang ditawarkan dengan harga US$2.264 sampai US$3.200 (sekitar Rp 20,7 juta sampai Rp 29,2 juta).

Hewlett Packard (HP) memiliki jajaran laptop Pavilion dengan kisaran harga beragam mulai dari di bawah US$1.000, sampai sekitar US$2.400 (Rp 21,9 juta) untuk seri dv9260us. HP-Compaq nw8440 dijual seharga US$1.796 sampai US$2.000 (Rp 16,3 juta sampai Rp 18,2 juta).

Berikutnya Lenovo, produsen komputer asal Cina yang mengakuisisi divisi PC IBM ini, masih memiliki laptop ThinkPad yang masih 'bercitarasa' IBM. Seri T60p dari laptop ini dijual seharga US$2.002 - US$2.211 (sekitar Rp 18,3 juta - Rp 20,2 juta).

Jika melongok merek Panasonic, ada seri ToughBook yang memiliki kisaran harga US$1.925 sampai US$2.326 (sekitar Rp 17,5 juta - Rp 21,2 juta).

Laptop mahal dari Sony adalah seri Vaio. Seri ini ada yang dijual dengan kisaran harga US$1.800 sampai US$2.300 (sekitar Rp 16,4 juta - Rp 20,9 juta).

Toshiba adalah salah satu merek laptop yang cukup penting di pasaran. Seri Qosmio ada yang berbandrol US$1.700 sampai US$2.297 (sekitar Rp 15,5 juta - Rp 20,9 juta). Salah satu seri yang identik dengan ukuran mungil adalah Portege, seri ini ada yang memiliki kisaran harga US$2.027 (sekitar Rp 18,5 juta).

Jajaran laptop mahal tersebut rata-rata memakai prosesor berinti ganda Intel Core 2 Duo, hardisk di atas 100 Giga Byte (GB), dan memori DDR2 di atas 1 GB, dilengkapi DVD RW, konektivitas WiFi dan Bluetooth, dan kartu grafis canggih seperti VGA ATI Mobility Radeon X1600 128 MB ke atas.

Tak lupa, sistem operasinya pun tergolong kelas berat seperti Microsoft Windows XP Professional, Mac OS X versi 10.4 Tiger.

Untuk ukuran layar, laptop Panasonic ToughBook seri w4, w5, T5 dan T4 masing-masing berukuran 12,1 inch. Demikian halnya dengan ThinkPad X60, Acer Ferrari 1000 dan 1004WTMi, Sony Vaio PCG-V505EC, HP-Compaq nc2400, Toshiba Portege M400 adalah beberapa seri laptop yang memiliki layar 12,1 inch.

Jadi, kira-kira laptop mana yang akan ditenteng para anggota dewan yang terhormat?


9.3.07

CHICK COREA – GARY BURTON - IN CONCERT, ZURICH, OCTOBER 28, 1979



Komposisi:
1. SeƱor Mouse
2. Bud Powell
3. Crystal Silence
4. Tweak
5. Falling Grace
6. Mirror, Mirror
7. Song to Gayle
8.Endless Trouble, Endless Pleasure



Musisi :
Chick Corea: piano
Gary Burton : vibraphone

Hubungan spesial antara dua master musisi jazz ini rupanya sudah terjalin lama. Di antara mereka sudah ada rasa saling mengenal diri masing – masing, introspeksi, interaksi, empati dan komunikasi dari hati ke hati melebihi hubungan sebagai sekedar seorang musisi jazz terkemuka secara teknis.

Jejak – jejak kerja sama mereka berdua


dapat diruntut dari sampul “Crystal Silence” (ECM, 1972), “Duet” (ECM,1979), “Lyric Suite For Sextet “ (ECM, 1983), dan “Native Sense” (Stretch, 1997), “Like Mind” (Concord, 1998), “Rendezvous In New York” (Stretch, 2003) dan tentunya adalah salah satu album terkenal mereka yang akan kita simak ini, “In Concert, Zurich, October 28, 1979” (ECM, 1980). Belum lagi terhitung ketika mereka berdua melakukan tour keliling dunianya sepanjang era 1970an sampai sekarang. Di antara kesempatan tersebut, beberapa rekaman dokumentasi audio visual baik dalam bentuk video maupun DVD sempat muncul di publik. Hebatnya lagi, di antara beberapa album yang kita sebut tadi, 5 di antaranya berhasil memperoleh Grammy Awards.

Pertunjukan mereka di Zurich, Swiss pada waktu memasuki musim dingin tahun 1979 ini barangkali sedikit terkesan emosional. Beberapa saat sebelumnya, sebuah kelompok fusion legendaris pimpinan Chick Corea, Return To Forever, baru saja bubar. Di mana dalam kelompok tersebut, konsep instrumentasinya jelas berbeda dengan apa yang sedang dilakukannya kala itu. Sekedar membawa piano dan vibraphone yang notebene instrument akustik. Bagi Corea maupun Burton sendiri rasanya tidak ada hambatan yang berarti dalam melakukan hal tersebut, apakah memainkan elektrik atau akustik jazz. Selain itu bagi Corea sendiri barangkali masa itu adalah masa freelance sebelum membentuk The Elektric Band pada tahun 1985.

Diawali dengan sebuah komposisi lama yang diambil dari album Return To Forever “Hymn of The 7th Galaxy”, ‘Senor Mouse’. Komposisi ini aslinya memang ditampilkan dalam gaya jazz rock. Uniknya, walaupun hanya tampil dengan formasi duet ini, nuansa jazz rocknya tidak serta merta hilang. Kesan ini barangakali dari peran tangan kiri Corea yang dengan ketat dan keras membetengi pola permainan mereka. Selain itu, terbatasnya efek vibrasi pada vibraphone Burton dapat mengimbangi nuansa kontemporer permainan ini sehingga menghasilkan suasana yang segar dan menyenangkan. ‘Bud Powell’, sebuah tembang ciptaan Corea untuk menghormati mendiang pianis jazz legendaris yang juga banyak mempengaruhi gaya permainan Corea sendiri. Dalam kesempatan kali ini mereka tampil lebih “ngejazz” dibandingkan dengan komposisi sebelumnya, di mana ayunan ritmik swingnya masih terasa menonjol. Komposisi ini juga menjadi tema utama dalam formasi Chick Corea di pertangahan 1990an, Tribute To Bud Powell Band, yang didukung oleh para “young lion” seperti Joshua Redman, Kenny Garrett, Christian McBridge dan lain – lain.

Koleksi lama mereka berdua kembali diperdengarkan ulang yaitu ‘Crystal Silence’. Saat ini, komposisi tersebut telah menjadi monumen hubungan mereka dan masuk ke daftar komposisi klasik modern jazz. Tersirat sedikit emosional dan lirikal namun digarap dengan beberapa mood permainan yang cantik. Dalam kesempatan ini Burton sedikit lebih banyak mengeluarkan efek vibrasi dari instrumennya sehingga menghasilkan kesan yang hangat dan lembut. Suasana itu juga muncul dalam ‘Tweak’ dan ‘Falling Grace’. Sementara ‘Mirror, Mirror’ adalah sebuah tembang waltz yang tampil sedikit lebih anggun. ‘Song To Gayle’, sebuah nomer dipersembahkan kepada istri Chick Corea yang sampai saat ini masih setia mendampinginya, Gayle Moran. Komposisi ini terlihat dengan mulus dinamika dramatis dari corak ballad ke sebuah motif yang lebih patriotik. Album ini ditutup dengan tembang menyegarkan ‘Endless Trouble, Endless Pleasure’.

Mereka berdua dapat dikatakan sebagai salah satu pioneer penggerak modernisasi dalam bidangnya masing – masing. Chick Corea masuk ke dalam generasi pasca-Bill Evans yang terus membentangkan warna – warna baru dalam gaya permainan piano jazz modern. Terutama dalam penggunaan scale modal jazz dalam warna yang terasa lebih up to date. Sementara kiprah salah seorang dekan dari Berklee College of Music, Gary Burton, pun tidak diragukan lagi dalam dinamika sejarah musik jazz. Dia adalah motor penggerak modernisasi bagi musik jazz sendiri dan instrument vibraphone dalam musik jazz. Di mana menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Burton “ada klik” dengan musik rock pada pertengahan 1960an, beberapa tahun sebelum Miles Davis lakukan. Selain itu, dia adalah pelopor dari penggunaan empat mallet vibraphone. Sebelumnya, jarang ada musisi yang melakukannya. Dari penggunaan empat mallet ini, berarti para vibraphonist dapat memperlebar dan memperkaya jangkauan harmonisasi dalam instrument vibraphone.

Keduanya telah bertemu dan saling berinteraksi. Sehingga menghasilkan rajutan – rajutan maupun interplay nada yang indah dan segar untuk dinikmati bersama. Koleksi ini cukup berharga untuk dikenang menjadi salah satu contoh album modern jazz dalam mencari warna dan bentuknya yang lebih segar.

....Sumber (*/Ceto Mundiarso /WartaJazz.com)